Menu

Percik Kata Nieke

Selasa, 30 Maret 2010

Surat Kepada Gadis Beijing

foto diunduh dari www.freefoto.com
Surat ini kutulis untuk gadis yang aku lupa nama-namanya. Belakangan, aku membaca berita beberapa perempuan di Beijing melakukan operasi plastik demi pria. Ada yang merombak wajahnya menjadi Jessica Alba, aktris terkenal dari negara Abang Sam, karena pacarnya menggilai perempuan itu. Ada yang terobsesi mengubah wajahnya menjadi Angelina Jolie. Berita yang kubaca kemarin, perempuan di Beijing itu mau mengubah wajahnya demi calon suaminya. Sang pria hanya mau menikahinya kalau sang perempuan mau bedah plastik. Mengubah wajahnya persis seperti mendiang istrinya.

Jumat, 26 Maret 2010

Sahabat Setia


Anjing, hewan peliharaan paling setia bagi manusia. Hachiko salah satunya. Ini film yang dibintangi aktor ganteng Richard Gere. Saya nonton film itu beberapa waktu lalu. Hachiko adalah anjing kesayangan Parker Wilson (diperankan Richard Gere), seorang dosen. Setiap berangkat kerja, Hachiko menemaninya ke stasiun. Pulang ke rumah. Lalu pergi lagi ke stasiun pada jam Parker pulang kerja, menunggunya di depan stasiun.

Suatu hari, Parker meninggal saat mengajar. Ia tak pulang. Hachiko menunggunya di depan stasiun hingga larut malam. Hachiko tak tahu jika Parker telah tiada. Biarpun Hachiko kemudian dibawa pulang putri Parker, esoknya, Hachiko tetap menunggu Parker pulang di depan stasiun. Tiap hari. Hingga sembilan tahun. Bayangkan, sembilan tahun! Hingga Hachiko menghembuskan napas terakhir pada jam Parker pulang kantor, di depan stasiun yang sama.

Tak bisa menahan air mata jatuh dari pelupuk mata. Adegan demi adegan seekor anjing yang setia menunggu kepulangan tuannya membuat saya tertegun. Hanyut dalam haru. Film ini memang bercerita tentang kesetiaan dan kasih sayang.

Saya keluar dari bioskop dengan mata sembab. Naik taksi dengan adegan demi adegan yang masih bermain-main dalam pikiran. Seekor anjing yang begitu setia. Adakah pribadi yang seperti itu? Kesetiaan sekarang mahal harganya. Saya punya banyak teman, tapi berapa yang setia? Berapa yang ada dalam masa suka dan duka saya? Saya benci ketidaksetiaan.

Diri saya, apakah saya setia kepada teman-teman saya? Dalam hal apa saya setia? Apakah saya setia mengingatkan ketika mereka berbuat salah? Apakah saya ada ketika mereka dirundung duka? Adakah saya saat mereka membutuhkan tempat mencurahkan kata dan airmata? Puluhan pertanyaan memberondong pikiran saya. Mungkin mereka juga benci melihat ketidaksetiaan saya.

Ah, bukankah manusia membutuhkan pribadi yang setia?

Yang bisa menerima kita apa adanya.

Yang ada dalam suka dan duka.

Yang tidak memanfaatkan kita.

Yang tetap tersenyum saat kita melakukan kesalahan.

Adakah pribadi yang seperti itu?

Sesampai di rumah, saya tak bisa memejamkan mata. Saya berbaring sambil menatap langit-langit kamar. Lalu suara itu muncul.

“Bukankah Aku selalu setia menunggumu?”

Tak sampai semenit, masa lalu saya berkelebat. Ketika saya putus asa, sendirian, benci melihat hidup sendiri. Potongan-potongan gambar itu begitu jelas seperti film yang sedang diputar.

“Saat itu, Aku selalu menunggumu untuk menolehkan wajahmu padaku.”

Seperti seorang pria yang jatuh cinta. Yang menatap lekat perempuan yang dikasihinya. Yang mengamatinya dari kejauhan. Yang berharap perempuan itu menoleh padanya, lalu tersenyum. Aku rindu mengasihimu. Seperti seorang kekasih Aku menanti. Aku ingin terlibat dalam kehidupanmu. Menjadi sahabatmu. Aku memanggilmu dengan lembut. Dengan bisikan dalam hatimu. TanganKu menopangmu supaya kamu tak jatuh tergeletak. Bukankah Aku selalu ada untukmu?

Akhirnya kamu datang padaku. Kamu berlutut dan mengucapkan namaKu, untuk kamu patri dalam hatimu. Aku sangat senang saat itu. Aku memelukmu. Tak ingin melepasmu. Kamu menitikkan airmata. Kamu merasa tak layak. Tapi Aku bilang, tak apa. Aku punya kasih yang sempurna, meski kamu tak sempurna.

Sampai sekarang pun, Aku selalu ada untukmu. Aku selalu setia untukmu. Mataku selalu tertuju padamu. Datanglah dan nikmati kasihKu. Kau bisa datang kapanpun. Kau bisa menghubungiKu kapanpun. Tiap detik, tiap menit. 24 jam.

Kita berbagi rahasia. Kita tertawa. Kita menangis bersama.

Aku selalu ada untukmu.Kamu tidak lagi terpisah dariku.


Ah, saya hampir saja melupakan ini. Ketika berada dalam masalah, saya cenderung berusaha dengan kekuatan sendiri. Saya melupakannya, ketika saya mengutamakan kekhawatiran dan ketakutan. Tapi Dia selalu setia. Selalu menunggu saya datang padaNya. Dia tak berubah sedikitpun sejak saya mengenalNya. KesetiaanNya meremukkan hati saya.

“Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” (1 Yohanes 4:16)

Dengan pribadi seperti itu, saya tak mampu mengelak. Detik itu, saya bisa merasakan makna lagu “Deep in Love with You” dari Michael W. Smith. Kata-katanya terngiang-ngiang di kepala saya. Melodinya menari-nari di hati saya.

Sitting at Your feet is where I want to be
I'm home when I am here with You
Ruined by Your grace, enamored by Your gaze
I can't resist the tenderness in You

I'm deep in love with You, Abba Father
I'm deep in love with You, Lord
My heart, it beats for You, precious Jesus
I'm deep in love with You Lord (Michael W. Smith)


***

Selasa, 23 Maret 2010

Aku, Saya atau Dia



Hey writers,
Ada beberapa sudut pandang untuk menuangkan ide ke dalam tulisan. Kita bisa gunakan ini dalam tulisan-tulisan kita.

1. Sudut pandang yang berpusat pada orang pertama
Menceritakan kisah dengan mempergunakan kata “aku” atau “saya”. Penulis membatasi penulisannya hanya pada apa yang diketahui tokoh “aku” atau “saya”.
Biasanya digunakan untuk kisah yang menceritakan pengalaman pribadi tokoh itu sendiri. Bisa juga digunakan dalam tulisan fiksi untuk memperkuat si tokoh dan membuat pembaca masuk ke dalam dunia tokoh melalui sudut pandangnya. Tulisan-tulisan di blog kebanyakan menggunakan teknik ini, karena biasanya blog menjadi jurnal si penulis.

2. Sudut pandang yang berkisar sekeliling orang pertama
Menceritakan sesuatu dengan mempergunakan “aku” atau “saya”, tetapi itu tidak melulu kisah si tokoh “aku” atau “saya”. Di sini, tokoh “aku” atau “saya” bukan tokoh utama. Tokoh “aku” atau “saya” menggambarkan tokoh lain di sekitarnya dari sudut pandang yang ia ketahui. Biasanya ini digunakan ketika si tokoh “aku” atau “saya” ingin memperkenalkan tokoh lain yang ada dalam kisah tersebut. Kisah ini menceritakan pengalaman tokoh lain tersebut, dengan masih melibatkan si tokoh “aku” atau “saya”.


3. Sudut pandang orang ketiga terbatas
Menceritakan sesuatu dengan sudut pandang tokoh, tanpa mempergunakan “aku” atau “saya”. Sudut pandang orang ketiga. Kisah ini menceritakan pengalaman si tokoh dari sudut pandang tokoh itu sendiri. Baru kemudian tokoh ini menceritakan tokoh-tokoh di sekitarnya dan pengalamannya bersama mereka.
4. Sudut pandang orang ketiga yang serba tahu
Menceritakan sesuatu dengan sudut pandang tokoh. Tidak mempergunakan “aku” atau “saya”. Sudut pandang orang ketiga. Di sini ada lebih dari satu tokoh utama. Bisa jadi ada beberapa tokoh. Biasanya tiga atau empat tokoh utama, yang diceritakan secara detail secara bergantian. Cara bercerita seperti ini biasanya kita temukan di novel.

Jenis sudut pandang yang paling sering kita temui adalah yang pertama. Ya, dengan menggunakan “aku” atau “saya”. Ini lebih mudah digunakan karena kita sendiri yang merasa dan mengalami. Pun, kalau sebuah kisah fiksi yang kita tulis, kita tinggal meletakkan perasaan si tokoh ke dalam diri kita.

Sudut pandang “aku” atau “saya” bisa juga digunakan untuk menuliskan kisah orang lain, semacam biografi. Nah ini yang namanya “ghost writer”. Maksudnya, kita, si penulis, mesti meletakkan diri ke dalam kehidupan orang yang kita tulis. Kita membayangkan menjadi dia, mengalami apa yang dia alami, merasakan apa yang dia rasakan. Ini seperti kita berakting di atas panggung dan memerankan kehidupan seseorang. Bedanya, akting itu kita tuangkan ke dalam tulisan.

Menulis kisah orang lain, untuk penulis pemula, akan lebih mudah kalau menggunakan sudut pandang orang ketiga. Ohya, jangan lupa gunakan mind mapping untuk membuat tulisan tidak membingungkan dan lebih sistematis.
Selamat menulis!

Kamis, 04 Maret 2010

Beradu dengan Waktu

Pernahkah kamu merasa waktu begitu cepat berlalu? Banyak hal yang mesti dikerjakan, tapi sehari cuma ada 24 jam.