Menu

Percik Kata Nieke

Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 16 Februari 2014

Mencintaimu Tanpa Tanda Tanya. Itu Dusta.




Jika aku mengatakan
aku mencintaimu tanpa tanda tanya.
Rasanya aku berdusta.
Sebab tak mungkin
aku tak akan pernah bertanya.

Senin, 06 Juni 2011

Love Letters: Rimba Kata


Pagi telah menjemputku, dengan kereta impian.
Ada nada-nada yang menari-nari dalam hatiku
saat aku menghirup udara hari baru.
Nada-nada yang menuntunku padaMu.
Ada bara hangat dalam tungku hatiku.
Yang membakar jiwaku untuk selalu rindu
mencari dan mendengar suara Kekasihku.
Dan saat merindu itu menggelegak tumpah ruah,
ribuan kata dalam surat cintaNya
melompat-lompat mendesak isi kepalaku.
Kadang kata-kata itu menjelma
menjadi angin puyuh yang mengobrak-abrik isi hatiku.
Mendobrak benteng dan keangkuhanku.
Satu waktu kata-kata itu menjadi selimut hangat
yang mendekap hati yang lara dan terluka.
Menyesap perih dan membuangnya.
Saat lain, kata-kata itu menjadi tamparan
menyentakkan ketika jalan sudah goyang
dan agak menyimpang.
Kala emosi yang mengendalikan.
Ribuan kata itu bisa singgah
dan jadi apapun yang bukan kamu mau,
tapi kamu butuh.
Rimba kata yang ditulis
dengan kasih ayah pada anaknya.

Minggu, 27 Februari 2011

Cerita Jakarta


Matahari, lagi-lagi, kau bikin aku serasa di penggorengan.

Menyengat kulit, keringat tubuh meronta tercabik-cabik.

Rimba beton menatap angkuh.

Keringat bercucuran luruh.

Manusia menjerit mengaduh...

Kuda besi berkeriap riuh.

Aspal luluh.

Napas jadi megap-megap.

Hidung kudu dibekap.

Halte busway jadi atap.

Supaya badan tidak bau berasap.

Jakarta, oven raksasa.

Kamu akan dipaksa menghirup asap knalpot dan debu timah hitam.

Gosong dalam mikrowave bernama kopaja dan metromini.

Dalam tatapanmu aku berteduh, dalam kerinduan aku bersimpuh.

Beranda Hati


Jantungku berdebar kencang.

Apakah jantungmu juga?

Hatiku meradang. Terisi galau sekeranjang.

Bukan aku yang memungut rindu bertebaran.

Pasti angin musim penghujan yang menggoyang.

Tiap helai rindu yang meranggas di pohon kenangan.

Dan ketika helai kerinduan berguguran.

Aku menyusuri jalan setapak menuju pintu hati

dengan kunci yang tergenggam.

Aku lukis dinding hatiku dengan warna-warni pelangi.

Kusediakan meja dengan dua kursi.

Di beranda hati. Untukmu yang hadir nanti.

Bunga-bunga di pinggir jendela hati.

Mesti tersiram doa tiap hari.

Memancarkan keindahan yang sejati.

Kunci yang kugenggam.

Tak akan kubiarkan.

Lalai lepas tercuri pun jangan.

Kamis, 24 Februari 2011

Hujan, Aku Kangen Padamu!

Hujan, aku kangen padamu!
Aku kangen ketika diam-diam kamu mencium pipiku.
Sore hari kita biasa berdansa bersama.
Pamm paramm pamm pammpaaa....
Rintik-rintikmu membentuk irama.

Sepanjang hari ini langit biru yang menghiburku.
Di kanvasnya ada gumpalan-gumpalan kapas putih abu-abu.
Melenggok-lenggok bersama sang bayu.
Duduuu bidaamm duruudduuu....
Mereka berseri-seri seraya bersenandung merdu.

-in the middle of nowhere, 23 April 2010-

Senin, 31 Januari 2011

Love Letters: Musim Gugur


Galau dan rindu yang kering berjatuhan, helai demi helai.
Kupungut satu-satu ke dalam keranjang kenangan.

Semuanya nuansa kecoklatan. Barangkali ingatan memudar perlahan.
Tapi kamu tersimpan bagai pualam.

Angin bertiup kencang. Segala yang terserak di bumi beterbangan.
Tapi kita tidak akan goncang.

Sejumput rasa rindu menggalau di kemudian hari.
Matahari yang mengedip sekali-kali.
Kumenatap dari jendela hati.

*

Jumat, 22 Oktober 2010

Hujan Sang Kekasih



Kalau kamu melihat butir-butir hujan menempel di jendela, jangan dihapus.

Itu surat cinta dariku.

Kata-kata tak lagi sanggup tertampung di keranjang hati.

Aku minta langit memburai kristal putih.

Angin meniupnya hingga sampai di kaca jendela hati.

Sst... dengar...

Setiap rintiknya di kaca jendela, adalah ketukanku.

Menabuh pintu hatimu.

Rintik hujan menari tap di kaca jendelamu.

Seperti aku yang berdansa dalam pikiranmu.

Gaun putih kupakai menari, terjahit rapi dari tiap bulir anak langit.

Berpijar keperakan. Di matamu menyilaukan.

Hingga langit kelam, rintik masih menutuk. Terus mengetuk.

Di lantai hatimu aku ingin masuk.

Jika embun kristal itu masih belum menguap di kaca jendela.

Coba kamu buka. Hiruplah udara. Wangiku pasti tertinggal di sana.

Kalau bulir di jendela itu jatuh dan menyesap tanah, pandanglah ke bawah.

Aku ada dalam tiap jejak langkah.

Kamis, 26 Agustus 2010

Bintang





Bintang adalah lilin-lilin yang dibawa para malaikat
yang berjalan mengelilingi antariksa,
lalu cahayanya berpendar ke bumi.





Tiap cahayanya membawa kehangatan,
menembus bekunya udara malam.

Mengirim secarik pesan,
menerobos bekunya hati yang bungkam.

Sejuta cahayanya menjadi harapan.

Penunjuk jalan untuk nelayan.

Petanda untuk petani musiman.


Kedip kerlingnya adalah asa.

Tiap melintas, bibir berbisik doa.

Pemantik romansa.

Perona cinta.

Tanpanya, langit kelam berjelaga.
Kusam tak mempesona.


***
25 Agustus 2010


Sekali Lagi Tentang Senja








Senja
Kamu meneduhkan tubuh yang terbakar amarah surya
Langit memekik merah
Berdarah
Terluka

Kepergiannya membawa asa
Memantik duka

Ia pergi tanpa kata-kata
Sesenyap ruang hampa udara

Kepergiannya padamkan bara
Kala hangat dalam dada terasa

Senja
Lalu terdiam tanpa kata
Sesenyap ruang hampa udara

***

25 Agustus 2010

Selasa, 29 Juni 2010

Hujan Rasa Kopi


Sebelum senja membuka mata
Ada gerimis yang lirih
Jatuh di atas kepala
Mengalir ke bibir
Hujan rasa kopi

Mungkin Tuhan lupa
menambahkan krim
sebelum mengirimnya

Tuhan, aku mau yang rasa strawberry
Ini terlalu pahit

Aku ingin mencium senja
Mendekap jingga
Membawa hangatnya udara
Memasukkannya ke rongga dada
Mengisi relung jiwa
Tapi jingga tak mampir

Butir demi butir hujan kuhirup
Baunya pun seperti ampas kopi
Pahit


Jakarta, Plasa Semanggi, Selasa, 29 Juni 2010
Nieke Indrietta

bersama dua perempuan senja: Dian Ariffahmi dan Arti Ekawati

Selasa, 15 Juni 2010

Hujan : Sebuah Musikal





Akhirnya laskar air dari Langit tiba.
Berderap di atas aspal dan atap.
Terbang bersama udara.
Luruh bersama tanah.

Langit menabuh genderang.
Laskar air makin kencang menerjang.
Bumi kuyu terdiam.
Mengisi relung-relung yang gersang.

Angin menerbangkan embun kristal bening.
Butir demi butir dalam hening.
Bumi senyap dalam tarian gemerincing.
Sst... dengarkan suaranya yang seperti piano berdenting.

Jakarta, 15 Juni 2010

Minggu, 06 Juni 2010

Hari Ketika Guntur Mati


Guntur tak sedang menggedor-gedor langit. Tak ada suara gemuruh. Siang tadi langit mencucurkan airmatanya kembali. Rintik-rintik kecil yang tajam menghunjam ubun-ubun. Angin bertiup lirih membisikkan sebuah undangan. Pengadilan.

Awan-awan berlari cepat ingin tahu apa yang terjadi. Dalam sekejap mereka sudah bergerombol menjadi satu.

Salah seorang guntur ditemukan mati tadi siang. Itu sebabnya langit menangis dan tak ada suara menyalak dari atap bumi. Tak ada yang menjadi tersangka dalam peristiwa itu. Tapi pengadilan tetap berjalan. Awan-awan gemetaran. Sebentar Raja Langit akan datang. Tentunya akan menunjuk salah satu awan menjadi korban. Supaya tetap ada pengadilan.

Lalu awan putih menyembunyikan diri di balik awan hitam.

***
6 Juni 2010

Kamis, 20 Mei 2010

Hujan: Sebuah Romansa


Hujan itu tetesan kerinduan langit yang rindu mencumbu daratan.
Kerinduannya tak bertepi kali ini.

Tiap butir hujan mengandung kata: aku rindu padamu.
Entah berapa butir yang terserap daratan hari ini.

Mungkin langit mengirim sejuta surat cinta
yang isinya berisi sejuta kata "aku rindu padamu."

Mata langit dan daratan saling beradu.
Tak bisa berpeluk, tak bisa menggenggam.
Terpisahkan bentangan cakrawala.

Kata Daratan," Aku tak bisa membalas sejuta pesan kerinduanmu.
Aku dikutuk tak punya tangan untuk menyentuh pipimu, Langit."

"Tak apa," kata Langit.
Aku cukup puas mengecupmu jutaan kali.
Tumbuhkan saja benih-benih bunga yang ada di perutmu.

Bunga-bunga yang lahir dari perutmu itu cukup untuk membuatku tersenyum.
Memandangi buah cinta kita sepanjang hari.
Dan jika kita cukup beruntung,
bagian dari diriku akan menjatuhkan diri dalam pelukmu dengan pelangi.


***
Nieke Indrietta
Sebuah pojok restoran di Radio Dalam
13 Mei 2010

Kamis, 18 Februari 2010

Pembawa Pesan


Ow bintang!

Kerling matamu manja

Lebih ceria dari lampu temaram kota

Menghias sisa senja

Menemaniku yang masih terjaga

Menyusun kata-kata

Ow bintang!

Ingin kukecup keningmu

Bilang, terima kasihku pada penciptamu

Dan, oh, bisikkan padaNya, "Engkau sudah mencuri hatiku."




Kuningan Place, 17 Februari 2010